A1, Lampung Selatan – Sejumlah warga Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung Selatan keluhkan keterlambatan penyaluran bansos pangan Program Sembako dari Kementerian Sosial RI. Bantuan pangan senilai Rp200 ribu untuk setiap keluarga penerima manfaat (KPM) tersebut seyogianya telah di salurkan pada tanggal 10 setiap bulannya harus sudah terdistribusi di E-warong.
Bila mengacu pada peraturan umum (Pedum) tentu hal ini telah melanggar prinsip dalam pelaksanaan bantuan sosial (bansos) penanganan pada program sembako yang telah disepakati dalam rapat sosialisasi program sembako tahun 2020. Dimana waktu penyaluran bahan sembako adalah paling lambat tanggal 10 setiap bulanya sudah ada di E-warong.
Hal ini juga di ungkapkan oleh ketua Ormas ikatan kemuakhian masyarakat lampung (IKAM LAMPUNG), Ruli Hadi Putra, saat di jumapai dia mengatakan, dimana dalam permasalahan keterlambatan penyaluran merupakan pelanggaran yang prinsip yang tertuang dalam Pedum dan komitmen yang telah disepakati secara tertulis dalam rapat program sembako yang telah dilaksanakan beberapa bulan yang lalu.
“Kemarin pihak tikor kecamatan dan tenaga pendamping kecamatan palas beramai-ramai menyatakan bahwa penyaluran yang ada salah satu desa dipalas dan dipublikasikan habis-habisan dengan dalih “penyaluran program semabako nya melanggar dan diluar ketentuan”. Kita taulah, ternyata ditelusuri rupanya salah satu desa tersebut memasok kebutuhan komoditi nya sendiri. Naah mulai di cari-cari itu, tetapi kenapa daerah lain yang bermasalah dan saya kira kesahalahnya lebih besar, itu tikor bisa adem-adem aja. Apa mungkin,pemberitaan yang dipalas kemarin sengaja diperlihatkan bahwa mereka marah akibat pemasok atau suplayer bahan pokok nya itu bukan dari yang dikehendaki mereka, walupun diketahui memang desa tersebut hanya menyalurakn dua jenis komditi, okelah kita anggap bahwa memang desa tersebut telal lalai. yang di jati agung ini jugakan bermaslah, tapi tikor atau pendamping nya biasa-biasa saja, bahkan saat di tanya jawabnya belum tau, sedangkan ini sudah tanggal berpa? kan lucu, kata Ruli.
Seharusnya, lebih lanjut Ruli menjelaskan, Tim kordinasi Bantuan Sosial Pangan Daerah dari tingkat Kabupaten hingga Kecamatan harusnya dapat mengawasi dan segera merespon serta mengevaluasi sesuai dengan tugas dan fungsinya, mulai dari perencanaan,sosialisasi, pelaksanaan penyaluran, pemantauan dan evaluasi, serta penanganan pengaduan,inikan tugas dan fungsi tim kordinasi bansos pangan yang ada didaerah. Jelas dalam Pedum, keterlambatan penyaluran salah satunya adalah kelalain atau kesengajaan E-Warong. Dimana dituliskan dalam Pedum bagi E-warong yang melanggar atau tidak mematuhi ketentuan akan dicabut izin penyaluran untuk melayani program Sembako oleh Bank Penyalur.
“Nah, nanti kalo E-Warong nya sudah dicabut, saya yakin bisa kelimpungan itu oknum yang bermain, karna saat ini kita ketahui bersama disini banyak E-Warong yang tidak aktif, seharusnyakan tidak begitu. Aktifnya hanya waktu pendistribusian barang saja,jadi selama ini pemasok bahan pangan itu sendiri siapa? Kenapa seakan E-Warong dalam tekanan dan tidak berdaya, bahkan terkesan tunduk kepihak suplayer,ini jugakan ada yang salah, seharusnya sebagai mitra, bila tidak dapat memenuhi dengan waktu yang telah disepakati tinggal putus saja suplayernya, karna hal pendistribusian ini inikan sudah tertuang dalam rapat kesepakatan bersama. kenapa ini terkesan tidak berani mengganti suplayer? Apa jangan jangan antara suplayer dan E-warong yang ada memang satu Tim, atau jangan- jangan E-warong” itu bentukan dari oknum-oknum itu sendiri? bisa saja mungkin kan? jadi tidak ada alasan lagi tidak tau, kalo sekarang sudah tau, tapi saya yakin E-Warung disitu tidak akan berani mutus suplayer nya? ujarnya.
Bila merunut Pedum pada point 4.6 terkait sanksi, tentu hal ini bisa diterapkan. Apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan program Sembako, sesuai dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di mana daerah wajib berpedoman pada Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-undang ini kemudian diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pejabat Pemerintahan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan, dan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUBP). Apabila dilaporkan dan ditemukan terjadi pelaksanaan yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, akan dapat dikenakan sanksi administratif ataupun sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kepala Desa Jatimulyo, Sumardi saat dihubungi membenarkan di desanya hingga kini penyaluran bansos pangan belum diterima oleh warga. Menurut dia, belum diperoleh informasi kapan di Jatimulyo penyaluran akan dilaksanakan.
“Untuk Jatimulyo sampai sekarang belum. Dan belum ada kabar juga akan disalurkan. Biasanya beberapa hari sebelum penyaluran kami (Desa) dikabari oleh pendamping program. Tapi entah kenapa sampai sekarang belum terdengar kabar penyaluran,” ujar Sumardi, Senin (20/4).
Sementara, Koordinator Daerah Tenaga Kerja Sukarelawan Kecamatan (TKSK), Landi mengaku belum menerima laporan dari TKSK Jatiagung untuk jumlah desa yang sudah penyaluran dan belum.
“Belum ada keterangan jelas terkait keterlambatan ini, apa kendalanya sampai saat ini belum disampaikan ke dinas atau ke saya langsung. Semestinya kalau ada kendala bisa langsung disampaikan ke dinas biar bisa sama-sama dicari jalan keluarnya agar tidak mengalami keterlambatan lagi,” ungkap Landi. (*/Red)
Berikan Komentar